Mencuri Awan
Ini adalah salah satu cerpen yang ditulis bertahun-tahun yang lalu. Sebelumnya udah pernah direvisi dikirim ke media, dan...... dikembalikan. Hahaha..
Masih banyak yang harus dibenerin.
Masih banyak yang harus dibenerin.
Ya sudahlah, dipajang di sini aja.
MENCURI
AWAN
Bo
berbaring di atas tempat tidurnya dengan gelisah, badannya terasa kaku semua.
Huh, aku tidak bisa tidur di atas kasur sekeras ini, gerutunya.
Bo
bangun dan pergi keluar rumah, cuaca malam ini cerah sekali, Bo melongok ke
bawah, dilihatnya kelap-kelip lampu rumah para penduduk bawah langit. Mereka
pasti tidur nyenyak di atas kasur empuk mereka, sedangkan aku hanya bisa
menahan kantuk di sini, keluhnya.
Ah,
mengapa tahun ini para burung tidak terbang melintas langit dan meninggalkan
bulu mereka? Jadi aku bisa mengisi lagi kasur dan bantalku supaya empuk. Bo
menarik nafas panjang.
Tiba-tiba
langit menjadi suram, cahaya bulan terhalang oleh awan. Awan ! Aha! Awan lembut
dan empuk, aku akan mengambilnya untuk mengisi kasur dan bantalku. Bo berlari
mengambil karung dan bergegas keluar, meraih segumpal awan yang melintas dan
memasukkannya ke dalam karung, lalu mengambilnya lagi dan lagi sampai karungnya
penuh. Mulai malam ini aku akan tidur dengan nyenyak, Bo tersenyum lebar.
Tiga
hari kemudian, cuaca semakin memanas, Bo sampai tidak bisa tidur setiap malam,
ada apa gerangan?.
Sekotak
susu dingin mungkin bisa mendinginkan udara panas ini, pikir Bo sambil bergegas menuju Kedai Susu Pak Chiko.
Di
perjalanan menuju kedai Pak Chiko, Bo bertemu dengan Nenek Opal yang sedang
menyapu di depan rumahnya. Wajah Nenek Opal penuh dengan butiran-butiran
keringat.
“Selamat
siang Nenek Opal, apakah nenek membutuhkan bantuanku? Nenek kelihatannya lelah
sekali “ Sapa Bo.
“Terima
kasih Bo, tapi aku baik-baik saja, belum pernah kurasakan cuaca sepanas ini,
lihatlah bintang-bintang semakin banyak yang jatuh dan mati, mereka rupanya
juga ikut kepanasan” Kata nenek Opal .
“Tidak
ada angin yang berhenbus, tidak kulihat juga awan-awan yang melintas, kemana
perginya mereka ?” imbuhnya.
“Oh,
emm … iya ya, kemana perginya mereka…emm kalau begitu aku pamit dulu ya
nenek” Pamit Bo dengan gugup.
Apakah
cuaca menjadi panas karena awan yang
kuambil? Pikir Bo merasa bersalah.
Kedai
Susu Pak Chiko sepi ketika Bo sampai disana. Aneh, biasanya penuh dengan
pembeli .
“ Hai Pak Chiko, kok sepi Pak? Biasanya sudah
banyak yang mengantri, minta tolong ambilkan sekotak susu dingin dong “
“
Oh Bo, karena cuaca panas ini, langgananku malas keluar rumah, lagipula ini susu terakhir ya Bo, tidak ada lagi kiriman
dari penduduk di bawah langit, kabarnya rumput-rumput mulai mengering,
sapi-sapi mereka tidak mendapatkan banyak makan sehingga produksi susu menjadi
berkurang “ Kata Pak Chiko sambil memberikan sekotak susu dingin pada Bo.
“
Hmmm aneh, bukannya di bawah langit sekarang masih musim hujan ?” Ujar Bo sambil menyeruput susunya.
“
Cuaca semakin panas, aku bahkan tidak melihat awan beberapa hari ini, kemana
perginya mereka ya? Makanya tidak turun hujan di bawah langit, awan-awannya
hilang. Huh, terpaksa aku harus menutup kedai Susu ini sampai pasokan susu
kembali normal “ Keluh pak Chiko.
Bo
tersedak mendengarnya “Uhuk, huk, huk…maaf Pak Chiko, ini uangnya aku pulang
dulu ya “
Bo
bergegas pulang ke rumah, dia harus segera mengembalikan semua awan yang
diambilnya. Tetapi sampai di depan rumahnya, langkah Bo terhenti.
Wajahnya
menjadi pucat pasi ketika dilihatnya awan-awan keluar dari jendela dan rumahnya
ikut melayang bersama awan-awan itu.
Malangnya
Bo, karena mencuri awan, dia tidak hanya kehilangan kasur untuk tidur, sekarang
Bo juga kehilangan rumah untuk berteduh.
Comments
Post a Comment